Thursday, January 25, 2018

Dari Percobaan Bunuh Diri Pemuda Korea hingga Wabah Anjing Gila: Pemberontakan Permesta di Sulawesi Utara, 1958-1959

Perpindahan markas besar pemberontakan Perdjuangan Rakjat Semesta (Permesta) ke Manado, Sulawesi Utara pada 1958, berdampak pada semakin kompleksnya penyelesaian konflik antara pemerintah pusat dengan para pemberontak. Ditambah lagi adanya campur tangan agen intelejen Amerika Serikat dengan sejumlah bantuan persenjataan yang diberikan, guna menggempur pertahanan pemerintah Indonesia di beberapa kota di Maluku dan Sulawesi Utara.
Perjuangan para pemberontak yang gigih ini, tidak lepas pula dari pemberitaan media asing. Salah satunya kantor berita United Press Internasional (UPI). UPI yang berkantor di sejumlah ibukota negara di dunia mengadakan korespondensi dan memberitakan perkembangan pemberontakan di Indonesia. Kantor UPI di Seoul, Korea Selatan bahkan sempat memberitakan betapa perjuangan para pemberontak telah menggugah partisipasi sukarela salah seorang pemuda Korsel, bernama Kim Kwi Bong (21). Diberitakan UPI Seoul berdasarkan wawancara dengan polisi setempat, Kim yang merasa simpati terhadap perjuangan Permesta di Indonesia, hendak ikut serta berjuang. Akan tetapi, tindakannya tersebut ditentang orang tuangnya. Kim yang tidak terima lantas mengancam akan bunuh diri, dan seketika nekat meminum obat tidur dalam dosis tinggi di hadapan orang tuanya. Tahu tindakan nekat Sang putra, orang tua Kim langsung menyelematkannya dan membawanya ke rumah sakit. Meskipun dalam kondisi overdosis, akhirnya nyawa Kim dapat diselamatkan. (Suara Merdeka, "Karena Terlalu "Cinta" Terhadap PRRI?", 6 Juni 1958, hlm. 3).
Sementara itu, perpindahan pasukan dan markas besar tidak serta merta memberi jaminan keamanan dan keselamatan bagi para pemberontak Permesta di Sulawesi Utara. Mereka yang sudah berpindah terpaksa harus menghadapi gangguan wabah anjing gila. Salah satu reporter UPI Hongkong sempat memberitakan kondisi pasukan pemberontak yang tengah kesulitan mengusir anjing-anjing gila di sekitar tempat tinggal pasukan. Diberitakan bahwa korban gigitan anjing gila sudah mencapai 200 orang dan korban meninggal sebanyak 120 orang. Salah satu korban yang meninggal adalah Letkol Wuisa, Kepala Tata Usaha markas pemberontak Permesta. Ia bersama keluarganya meninggal setelah terkena gigitan anjing gila. Korban yang meninggal sebagian besar karena tidak mendapat penanganan medis yang memadahi. (Suara Merdeka, 4 Mei 1959, hlm. 1).




No comments:

Post a Comment